Rabu, 20 Juni 2012

konsep morfologi


KONSEP-KONSEP DASAR DALAM MORFOLOGI
A.    Pengertian Morfologi
         Pengertian morfologi telah banyak dibicarakan oleh para linguis. Berikut akan dikemukakan beberapa diantaranya.
        Menurut Crystal (1980: 232-233) Morfologi adalah cabang bahasa yang menelaah struktur  atau bentuk kata, utamanya melalui penggunaan morfem. Morfologi pada umumnya dibagi menjadi dua bidang : yakni telaah infleksi (inflogtional morfology), dan telaah pembetukan kata (leksical or derivational morphologhy).
      Menurut Bauner (1983:33), morfologi membahas struktur internal bentuk kata. Dalam morfoogi, analis membagi bentuk kata kedalam formatif kompeennya ( yag kebanyakan merupakan morf yang berwujud akar kata atau afiks), dan berusaha untuk menjelaskan kemunculan setiap format if. Morfologi dapat dibagi kedalam dua cabang utama, yaitu morfologi  infleksional dan pembentukan kata yang disebut  morfologi leksikal. Morfologi infleksional membahas berbagai bentuk leksem, sebagai pembentukan kata membahas lekem-leksem baru dari basis tertentu. Pembentukan kata dapat dibagi kedalam deriasi dan kemajmukan (komposisi). Der ivasi berurusan dengan pembentukan leksem baru melaui afiksasi, sedang pemajmukan berurusan dengan pembentukan leksem baru melalui afiksasi, sedang  pemajmukan berurusan dengan pembentukan leksem baru dari dua atau lebih stem potensial.

B.     Derivasi
Derivasi adalah perubahan morfemis yang menghasilkan kata dengan identitas morfemis yang lain. Kata-kata yang secara derivasional berasal dari dasar tertentu, ada “runtunnya” yang tertentu, dan kaidah-kaidah derivasi dapat dikatakan “kaidah beruntun”.
Derivasi dalam bahasa Indonesia; sebagai contoh, amatilah derivasi dari bentuk pradasar (ajar). Morfem pradasar itu sendiri adalah tidak bebas. Yang diturunkan dari padanya adalah pertama-tama, beberapa verba: mengajar, mengajarkan, mengajari, belajar. Sebagaimana kita lihat, verba “bentuk kutip” yang kupilih adalah bentuk yang berawalan men- atau ber-.
Perhatikanlah pemakaian istilah “awalan” ـــــbukan “prefiks”, karena memang untuk kata turunan tertentu men- adalah prefiks, seperti men- -i dalam mengajari dan men- -kan dalam mengajarkan . ـــــDemikian pula dengan istilah “akhiran”, istilah yang netral terhadap status sebagai afiks atau sebagai bagian terakhir dari ambifiks.
Dari masing-masing verba tadi, diturunkan berbagai nomina. Ada pengajaran, pengajar, pelajar, dan pembelajaran. Yang dengan awalan pen- itu jelas berasal dari verba yang berawalan ber-. Jadi pengajar dan pengajaran,misalnya, memang berasal dari : ajar tetapi “tak langsung”, dan “langsung” dari mengajar. Demikian pula, pelajar dan pelajaran berasal (langsung) dari belajar  (dan hanya tak langsung dari : ajar).
Kata seperti pengajar  dan pelajar disebut “nomina penindak” karena mengandung makna orang yang melakukan tindakan tertentuــــtindakan yang diartikan oleh verba mengajar dan belajar. Justru karena itulah, atas dasar semantic, kita simpulkan bahwa pengajar berasal (langsung) dari mengajar, dan pelajar (langsung) dari belajar. Selanjutnya, nomina seperti pengajaran dan pelajaran yang diturunkn (langsung) dari masing-masing mengajar dan belajar itu disebut “nomina tindakan”.
Lihat bagan berikut :


 








Cermatilah bahwa dalam bagan di atas tidak ada satupun verba yang berasal dari verba yang berasal dari verba lainnyaـــــsemua verba adalah setaraf. Demikian pula dengan nomina tindakan atau penindak : taka da satu pun yang berasal dari nomina lainnyaـــnomina itu setaraf semua.
Mengapa tidak dapat kita hipotesiskan bahwa, misalnya, mengajarkan atau mengajari berasal (langsung) dari mengajar, yaitu dengan sufiks –kan atau-i? jawabnya : -kan dan –I itu bukannya sufiks melainkan bagian akhir konfiks. Demi alasan yang sama pengajaran tidak merupakan turunan dari pengajar dengan –an, karena –an itu bukan sufiks. Pertanyaan lain yang dapat muncul ialah : mengapa tidak dapat kita jelaskan pengajar dan pengajaran sebagai turunan langsung dari mengajarkan atau mengajari? Alasannya ialah: oposisi di antara men- -kan dan men- -i “dinetralisasikan” dalam derivasi nomina tindakan (yang bersufiks -an) atau nomina penindak (yang berambifiks pen- -an) ــــakhiran –kan dalam ambifiks men- -kan dan akhiran –I dalam ambifiks men- -i  adalah akhiran “fokus” yang berfungsi pada verba, tidak ada nomina.
Akhirnya, kiranya ada yang menanyakan: bagaimana dengan kata lain-lainnya seperti pelajarannya, diajarkan, kuajari, dan lainnya yang serupa? Semua bentuk itu adalah bentuk-bentuk pragmatis. Bentuk mengajar adalah “bentuk kutip” verba ini, dan paradigmanya.meliputi: mengajarnya, diajar, diajarnya, kuajar, kauajar, dan seterusnya. Paradigma pelajar meliputi pelajarku, pelajarmu, pelajarnya. Paradigma verba belajar hanya ada satu “anggotanya” saja, yaitu: hanya belajar saja. (sebenarnya, ada satu turuan darivasional dari belajar, yaitu  belajarnya, misalnya dalam kalimat Kalau belajarnya, dia malas, karena –nya di sini adalah sufiks “penominalisasi” : belajarnya dalam kalimat tadi adalah nomina, diturunkan dari verba belajar).
Atas morfologis derivasi dengan modifikasi vocal kita saksikan dalam bahasa arab. Dalam bahasa ini, dengan pangkal trikonsonantalnya, baik proses pragmatis maupun proses derivasional mempergunakan modifikasi vocal.
C.     Infleksi
Kaidah infleksi adalah yang “tak beruntun”urutannya, sedangkan kaidah derivasi “beruntun” urutannya. Diantara semua bentuk infleksional pragmatis, tak ada yang “mendasari” bentuk-bentuk lainnya, kaidah-kaidah pragmatis bersifat “tidak beruntun”.
Kata-kata dalam bahasa-bahasa berfleksi, seperti bahasa arab, bahasa latin, dan bahasa sansekerta, untuk dapat digunakan dalam kalimat harus disesuaikan dulu bentuknya dengan kategori-kategori gramatikal yang berlaku dalam bahasa itu. Alat yang digunakan untuk penyesuaian bentuk itu biasanya berupa afiks, yang mungkin berupa prefix, infiks, dan sufiks atau juga berupa modifikasi internal yakni perubahan yang terjadi di dalam bentuk dasar itu.
Perubahan atau penyesuaian bentuk pada verba disebut konyugasi, dan perubahan atau penyesuaian pada nomina dan adjektiva disebut deklinasi. Konyugasi pada verba biasanya berkenaan dengan kala (tense), aspek, modus, diathesis,persona, jumlah, jenis dan kasus. Dalam buku-buku tata bahasa berfleksi, pembahasan ini biasanya hanya berkisar pada konyugasi dan deklinasi ini saja.
Sedangkan contoh “kala” (present) modus indikatif untuk persona yang berbeda adalah sebagai berikut:

Orang I tunggal                       saya, aku
Orang I jamak                         kami, kita
Orang II tunggal                     engkau
Orang II jamak                        kamu (sekalian)
Orang III tunggal                    dia
Orang III jamak                      mereka

Dewasa ini, bahasa-bahasa berfleksi yang ada di dunia ini memang masih ada yang mempertahankan bentuk-bentuk fleksinya dengan lengkap, tetapi banyak pula yang bentuk fleksinya sudah tidak lengkap, tetapi bahasa Arab termasuk yang masih lengkap.
Jadi kesimpulannya adalah bahwa infleksi atau inflektif itu bentuk kata yang tidak memiliki kata dasar.

Perbedaan antara inflaksi dan derivasi
Pembentukan kata secara inflektif tidak membahas bentuk kata baru, atau kata lain yang berbeda identitas leksikalnya dengan bentuk dasarnya. Hal ini berbeda dengan pembentukan kata secara derivatif atau derivasional. Pembentukan kata secara derivasional merupakan pembentukan sebuah kata baru yang memiliki kata dasar atau akar kata.
Perbedaan identitas leksikal terutama berkenaan dengan makna, sebab meskipun kelasnya sama tetapi mempunyai makna yang berbeda. Misalnya kata makanan dan pemakan, yang sama-sama berkelas nominal tetapi maknanya berbeda. Begitu juga antara kata pelajar dan pengajar yang bersam-sama kelas nomina tetapi maknanya berbeda, atau juga antara kata belajar dan mengajar yang kelasnya sama-sama verba tetapi maknanya pun berbeda.

D.    Afiksasi
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur, diantaranya adalah:
1-      Dasar atau bentuk dasar
2-      Afiks
3-      Makna gramatikal yang dihasilkan
Proses inilah yang dapat bersifat inflektif dan derivative. Namun proses ini tidak berlaku untuk semua bahasa. Ada sejumlah bahsa yang tidak mengenal proses afiksasi ini.
Bentuk kata dasar yang menjadi dasar dalam proses afiksasi ini dapat berupa akar, yakni bentuk terkecil yang tidak dapat disegmentasikan lagi, misalnya meja, beli, makan dan lain-lainnya.
Afiks adalah sebuah bentuk yang biasanya berupa morfem terikat yang diimbuhkan pada sebuah kata dasar dalam proses pembentukan kata. Sesuai dengan sifat yang dibentuknya maka afiks dibagi menjadi dua bentuk yaitu: afiks inflektif dan afiks derivatif.
Afiks inflektif adalah afiks yang digunakan dalam pembentukan kata-kata inflektif atau paradigma infleksional.
Dalam bahasa Indonesia dibedakan adanya prefiks me- yang inflektif dengan prefiks me- yang derivatif. Sebagai afiks inflektif prefiks  me- menandai bentuk kalimat indikatif  aktif, sebagai kebalikan dari prefiks di- yang menandai bentuk indikatif pasif.
Sebagai afiks derivative prefiks me- membentuk kata baru, yaitu kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya. Misalnya terdapat kata membengkak yang berkelas verba dari kata dasar adjectifa atau mematung berkelas verba dari kata dasar  nomina.
Dilihat dari posisi peletakannya pada kata dasar biasanya dibedakan adanya prefiks, infiks, sufiks, konfiks, interfiks dan transfiks. Disamping itu masih ada istilah ambifiks sirkumfiks dan transfiks.
Prefiks adalah afiks yang diimbuhkan dimuka bentuk kata dasar, seperti me- pada kata menghibur. Prefiks dapat muncul bersama dengan sufiks atau afiks lain.misalnya prefiks ber- dengan infiks –em-  dan sufiks –an pada kata bergemetaran, dan prefiks re- dengan sufiks –s pada kata bahasa inggris.
Yang dimaksud dengan infiks adalah adalah afiks yang diimbuhkan ditengah bentuk kata dasar. Dalam bahasa Indonesia misalnya infiks el- pada kata telunjuk, daan –er- pada kata seruling, dalam bahasa sunda –ar- pada kata barudak atau tarahu, tetapi dalam bahasa Indonesia tidak produktif.
Sufiks adalah afiks yang diimbuhkan pada posisi akhir bentuk kata dasar.umpamanya dalam bahasa Indonesia sufiks –an pada kata bagian dan sufiks –kan pada kata bagikan.
Yang dimaksud dengan konfiks adalah afiks yang berupa morfem terbagi, yang bagian pertama berposisi padda awal bentuk kata dasar, dan bagian yang kedua berposisi pada akhir bentuk kata dasar.karena konfiks ini merupakan morfem terbagi maka kedua bagian dari afiks itu di anggap sebagai satu kesatuan dan pengimbuhannya dilakukan sekaligus tidak ada yang lebih dahulu dan tidak ada yang lebih kemudian. Dalam bahasa Indonesia ada konfiks per-/an seperti pada kata pertemuan, konfiks ke-/an  seperti pada kata keterangan, konfiks ber-/an seperti kata berpegangan.
Dalam bahsa Indonesia mengenai konfiks ini ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama untuk menentukan dua buah afiks (yang satu prefiks dan yang lain sufiks) adalah konfiks  atau bukan dilihat dari makna gramatikal yang terjadi pada proses afiksasi itu. Umpamanya bentuk ber-/an pada kata beraturan bukanlah konfiks sebab maknanya adalah memiliki aturan atau ada aturannya. Jadi jelas bahwa sufiks –an lebih dulu diimbuhkan pada kata dasar.
Tentang istilah sirkumfiks dalam kepustakaan linguistic Indonesia digunakan secara tidak sama. ada yang menggunakan istilah sirkumfiks untuk menyebut gabungan afiks yang bukan konfiks. Seperti ber-/an pada kata beraturan yang ‘mempunyai aturan’ ad juga yang menggunakan untuk konsep yang sama dengan istilah konfiks yang dibicarakan sebelumnya. Yang berbeda lagi adalah kridalaksana (1989) yang menggunakannya sebagai “afiks nasal” seperti yang terdapat pada kata bahasa Indonesia nonbaku, seperti kata ngopi, nembak, mukul, nulis dan lain-lain.
Interfiks adalah sejenis infiks atau elemen penyambung yang muncul dalam proses penggabungan dua buah unsur. Interfiks banyak kita jumpai dalam bahasa-bahas indo-german.
Transfiks adalah afiks yang berwujud vocal-vocal yang diimbuhkan pada keseluruhan kata dasar. Transfik ini kita jumpai dalam bahasa Semith (bahasa Arab dan Ibrani). Dalam bahasaa ini kata dasarnya berupa konsonan-konsonan yang biasanya hanya terdiri dari tiga buah konsonan, seperti k-t-b “tulis” dan d-r-s “belajar”. Maka transfiks itu diimbuhkan kedalam konsonan-konsonan itu. Sebagai contoh perhatikan kata berikut:
Kataba                         ‘dia laki-laki telah menulis’
Yaktubu                      ‘dia laki-laki sedang menulis’
Maktu:b                       ‘sudah ditulis’
Maktaba                      ‘toko buku’
Maka:tib                      ‘toko-toko buku’
Kita:b                          ‘buku’
Ka:tib                          ‘penulis’


Daras                           ‘dia laki-laki telah belajar
Yadris                                     ‘ dia laki-laki akan belajar’
Madru:s                       ‘sudah belajar’
Madrasa                      ‘sekolahan’
Mada:ris                      ‘sekolah-sekolah’
Dars                             ‘pelajaran’
Mudaris                       ‘guru’


Dalam kepustakaan linguistic ada yang menggunakan istilah atau nama untuk bentuk-bentuk derivasi (derifatif) yang diturunkan dari kelas yang berbeda.misalnya kata gergaji diturunkan dari verba menggergaji. Asal nomina itu disebut denominal. Lalu karena hasil proses afiksasi itu adalah sebuah verba, maka verba menggergaji itu disebut verba denominal. Proses besar menjadi membesarkan adalah proses deajektifal. Maka hasilnya akan disebut verba deajektifal. Proses penurunan pembinaan dari verba membina disebut proses deverbal. Bagaimana jika verba dari kata mengakui berasal dari pronominal ‘aku’? karena kata itu berasal dari pronominal maka verba ‘mengakui’  maka disebut verba depronominal. Verba ‘menyatukan’ berasal dari numeralia ‘satu’ maka disebut verba denumeralia. [1]


Morfologi Bahasa Arab
Morfologi bahasa arab adalah ilmu tentang asal-usul kata dengannya dapat diketahui bentuk-bentuk dari kata-kata bahasa arab dan keberadaanya yang bukan I’rab dan bukan bina’ yaitu ilmu yang membahas tentang berbagai kata dari sisi tashrif, I’lal dan idgham dan pergantian huruf. Dengan ilmu itu dapat diketahui apa yang harus ada dalam bentuk suatu kata sebelum kata-kata itu tersusundalam suatu jumlah. Sedangkan ruang lingkup pembahasan morfologi bahasa arab adalah:
1.      Isim mutamakkin
2.      Fi’il yang dapat ditashrif yang keduanya dalam keadaan sendirian (terpisah dari kalimat)
Maka morfologi bahasa arab tidak membicarakan isim-isim mabni, fi’il-fi’il jamid (fi’il yang tidak dapat ditashrif) dan huruf-huruf.
A.    Macam Dan Bentuk Morfologi Bahasa Arab
Kata dalam bahasa Arabada tiga macam yaitu isim, fi’il dan huruf. Dari ketiga itu yang menjadi kajian lapangan morfologi bahasa Arab (sharf) adalah isim mutamakkin dan fi’il yang dapat ditashrif.
Isim dapat dibedakan dalam empat aspek.
1.      Dilihat dari akhir katanya ada dua
a.       Isim yang Shahih akhirnya, yaitu setiap isim mu’rab yang tidak termasuk kategori maqsur, mangkus dan mamdud. Seperti:
رجل ، حجر، دلو
b.      Isim yang tidak shahih akhirnya ada 3 bentuk
Isim maqsur, seperti:
الفتى، الهدى, العاصا
Isim mangkus, seperti:
الهادى، القاض ، الداعى
Isim mamdud, seperti:
ابتدأ، سماء، علماء
2.      Dilihat dari tertentu tidaknya, ada dua:
a.       Isim Nakirah, seperti:
كتاب، مدينة، قلم
b.      Isim ma’rifat, isim ini meliputi isim dhamir, isim ‘alam (nama), isim isyarah (petunjuk, isim mausul, isim yang disertai alif lam dan isim yang disandarkan kepada yang ma’rifat serta munada (yang dipanggil) dengan sengaja.
3.      Dilihat dari jenisnya ada dua:
a.       Isim Mudzakkar (laki-laki) seperti:
تلميذ، حصان
b.      Isim Muannats (perempuan) seperti:
Muannats hakiki, seperti:
جديجة، فاطمة
Muannats Majazi, seperti:
صورة، صحراء، دار
Ada tiga tanda yang menunjukkan bahwa suatu isim itu termasuk muannats yaitu:
Ta’ marbutah (ة ) seperti:
فاطمة
Alif ta’nis maqsurah, seperti:
سلمى
Alif ta’nis mamdudah, seperti:
حسنا
4.      Bila dilihat dari jumlahnya ada tiga macam
a.       Isim Mufrad, seperti
غلام ، محمد، كتاب
b.      Isim Mutsanna, seperti
الهندسان، قلمان
c.       Isim Jama’ dibagi menjadi tiga macam:
Jama’ mudzakkar salim, seperti
مسلمون
Jama’ muannats salim, seperti
مسلمات
Jama’ taksir, seperti
صورة- صور
Isim jama’ ini dibedakan menjadi dua yaitu jama’ qillah dan katsirah.
Jama’ qillah adalah kata jama’ yang menunjukkan arti antara bilangan 3 sampai dengan 10, maka untuk menjadikannya ada 4 cara, yaitu dengan mengikutkan wazan berikut ini:
أفعل - أنفس
أفعال – اسيان
افعلة – اربعة
فعلة – فتية
Jama’ katsirah yaitu kata jama’ yang menunjukkan arti mulai dari tiga sampai dengan tak terhingga. Maka jama’ ini mempunyai 23 wazan, sebagai berikut:
ضغلت
قعل
سدر
فعل
قرب
فعل
فذل
فعل
بررة
فعلة
تضاة
فعل
قتلى
فعلى
درجة
فعلة
عذل
فعل
عذال
فعال
كعاب
فعال
كبود
فعول
فيعان
فعلان
بطنان
فعلان
كرما
فعلأ
اغنياء
افعلأ
صواهل
فواعل
فعائل
فاعلة
صحارى
فعالى
صحارى
فعلى ا
كراسى
فعالى
جواهر
فعائل


مساعب
أفاعل




Pembahasan morfologi bahasa arab  berikutnya adalah fi’il. Fi’il dapat dibedakan dalam 6 aspek
1.      Bila dilihat dari kuat lemah huruf-hurufnya terbagi menjadi 2, fiil shohih dan mu’tal.
a)      Fiil shohih adalah: fiil yang huruf-hurufnya berupa huruf shohih, seperti:
كتب , كاتب
Fi’il shahih ada tiga macam :
1)      Fi’il salim( سالم)
2)      Fi’il mahmuz (مهموز)
3)      Fi’il mud’af (مضعف)
b)      Fi’il mu’tal adalah fi’il yang satu daroi beberapa hurufnya berupa huruf ‘ilat seperti :
fI’il macam ini ada 4 macam :
1)      Fi’il mitsal (مثال)
2)      Fi’il ajwaf (اجواف)
3)      Fi’il naqis (ناقص)
4)      Fi’il lafif (لفيف)
2.      Bila dilihat dari asal huruf-hurufnya adakalanya semua hurufnya asal semua, adakalanyaa mendapat tamnbahan.
Fi’il yang hurufnya asli semua, adakalanya (مجرد) seperti :
حسن ، دخرج                  
Fi’il yang mendapat tamaan huruf-hurufnya (مزيد) seperti :
احسن ، تدخرج                
3.      bila dilihat dari waktu terjadinya perbuatan ada tiga macam; fi’il madhi, mudari’, dan amr
a.       Fi’il madhi adalah kata yang menunjukkan arti dengan sendirinya, dikaitkan dengan waktu yang telah lampau. Seperti :
جأ  dia telah datang
اجتهد  dia telah bersungguh-sungguh
Fi’il ini menerima ta’ ta’nis sakinah dan ta’ dhamir (ta’ fa’il). Seperti :
كتب  dia (P) telah menulis
كتبت saya telah menulis
b.      Fi’il mudhari’ adalah kata yang menunjukkan arti dalam dirinya yang diakaitkan dengan waktu yang mengandung arti sekarang, atau yanga akan datang. Seperti :
يجى dia akan datang
يجتهد dia sedang/akan rajin
Tanda-tandanya, fi’il ini menerima ; sin, saufa, lam dan lan. Seperti :
سيجى dia akan datang
اجتهد kami akan berkata
c.       Fi’il amr adalah kata yang menunjukkan tuntutan terjadinya perbuatan diri fi’il yang mukhattab, tanpa memakai lam amr. Seperti :
جى datanglah kamu
 اجتهد rajin-rajinlah kamu
Tanda fi’il ini dapat menerima ya’ muannasah mukhattabah, seperti :  اجتهدى bersungguh-sungguhlah kamku perempuan.
4.      Bila dilihat dari ma’nanya fi’il dibagi menjadi :
a.       Fi’il muta’ddi (المتعدى/transitif) adalah fi’il yang bekasnya melampaui fa’ilnya sampai kepada maf’ulbih.
Seperti :  فتح طارق النداس
(Tarik telah menakhlukkan Andalusia/Spanyol)
Fi’il yang muta’addi maf’ul sau, dua, dan ada yang sampai tiga, seperti :
كتبت الدرس  saya menulis pelajaran
عطتك كتابا saya memberimu subuah kitab
اعلمتة اياه صحيعا saya memberitahukan kepadanya akan kebenaran perkara
b.      fi’il lazim (اللازم/intransitif), fi’il yang berkasnya tidak melampaui fa’ilnya, dan fi’il itu tidak melampaui kepada maf’ul bih, akan tetapi tetap pada fa’il (pelaku) saja.
ذهب سعيد said telah datang
سافر خالد Khalid telah pergi
Jadi fi’il ini tidak membutuhkan maf’ul bih/objek.
5.      Bila dilihat dari fa’il (pelaku)nya terbagi menjadi dua. Yaitu mabnima’lum dan mabni majhul.
a.       fi’il mabni ma’lum adalah fa’il yang fa’ilnya disebutkan didalam kalimat, seperti :
مصدر الملصور بعدا                          
(khalifah Al Mansur membuat Bagdad sebagai kota besar).
b.      fi’il mabni majhul adalah fi’il yang fa’ilnya tidak disebutkan didalam kalimat, tetapi fa’il itu dibuang karena alasan tertentu, dan maf’ul bih menggantikan kedudukan fa’il yang telah dibuang itu. Seperti يكرم المجتهد orang yang rajin itu dimulyakan.
6.      Bila dilihat dari segi penuaiannya atas ma’na yang tidak berkaitan dengannya itu ada dua macam yaitu, jamid dan mutasarrif.
a.       Fi’il jamid adalah fi’il yang hanya mempunyai satu jalan dalam pengungkapan, maka ia tidak bisa menerima perubahan dari satu bentuk  kebentuk yang lain tetapi  harus tetap pada satu bentuk saja yang tidak berubah-ubah.
Seperti :           ليس tidal
                        نعم sebaik-baiknya
                        بئس seburuk-buruknya
b.      Fi’il mutasarrif adalah fi’il yang tidak mempunyai huruf dalam kejumudannya (ketetapannya dalam suatu keadaan) sebab fi’il ini menunjukkan perbuatan yang disertai waktu, maka fi’il ini dapat berubah dari satu bentuk kebentuk yang lain untuk memenuhi maksud atau ma’na berbeda.                                                                 


Analisis Kontrastif menurut Clifford Pattorn tentang morfologi, menurut peneliti :
No.
Hirarki kesulitan
Penjelasan
Bahasa 1
Bahasa 2
analisis
1
Tranfer 0
B1 : ada
B2 : ada
·   Prefiks (awalan)
Me- (melihat)
Ber- (berlari)
·   Infiks (sisipan)
·   السوابق (prefiks)
يـ ـ ينظر
·   الدواخل (sisipan)
ـ ـعـ ـ فعّل
dalam B1 imbuhan (awalan) itu berupa suku kata me- dan ber- , sedangkan dalam B2 itu menggunakan Huruf Mudhoro’ah
2
Perpaduan
B1 : ada 2
B2 : ada 1

·   Sufiks (akhiran)
-an (aturan)
-kan (pegangan)





·   Beras, padi, gabah
·   اللواحق (sufiks)
ـ ة  قراءة
·   رزّ
dalam B1 akhiran itu menggunakan suku kata, dalam B2 hanya menggunakan ta’ marbutah.


3
Subdiferensiasi
B1 : ada
B2 : tidak ada

·   Konfiks(awalan dan akhiran)

-
Dalam B1 terdapat beberapa kata awalan dan akhiran akan tetapi B2 tidak memiliki awalan dan akhiran.
4
Reinterpretasi
B1 : ada
B2 : ada tapi bentuknya berbeda
·  Me-
Menjadi
Meng-(Mengandung)
ء  + ء + م + ن (أأمن) آمن
Dalam B1 huruf “k” melebur menjadi “ng” tetapi dalam B2 melebur dan menjadi “mad”
5
Overdiferensiasi
B1 : tidak ada
B2 : ada

-
الأوزان في العربية
-          فعل
-          استفعل
-          انفعل.....إلى أخيره
Dalm B1 tidak ada kata yang dijadikan sebagai “timbangan” atau acuan dalam pembentukan kata, tetapi dalam B2 ada banyak timbangan.
6
Pembelahan
B1 : ada 1
B2 : ada banyak
Rumah
بيت
منزل
دار
Dalam B1 hanya ada satu kosa kata, sedangkan dalam B2 banyak istilah yang digunakan



DAFTAR PUSTAKA
Ba’dulu, abdul muis. Herman. Morfosintaksis. Rineka cipta. Jakarta : 2004
Chaer, abdul. Linguistik umum. Rineka cipta. Jakarta : 2007
Mu’in, abdul. Analisis kontrastif bahasa arab dan bahasa Indonesia. Pustaka Al husna baru. Jakarta : 2004
Verhaar dkk. Asas-asas linguistic umum. Gajahmada university press. Cetakan ketiga. Yogyakarta : 2001



[1] Abdul Chaer, hal: 175-182

Tidak ada komentar:

Posting Komentar